Perlindungan Ekosistem Terumbu Karang oleh Masyarakat bagi Keberlanjutan Sumber Daya Perikanan di Pulau Weh/Sabang, Propinsi Nangroe Aceh Darussalam (www.wetlands.or.id)
Ecosystem Conservation Coral Reefs by Society for the Fisheries Resource Sustainability in Pulau Weh/Sabang, Propinsi Nangroe Aceh Darussalam
Jumat, 13 Maret 2009
TERUMBU KARANG LESTARI, EKONOMI PUN MENINGKAT
Kompas,Kamis, 26 Februari 2009 | 21:05 WIB
JAKARTA. Pelestarian terumbu karang tidak akan mematikan kegiatan perekonomian masyarakat, melainkan meningkatkannya.
Demikian disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi di sela konsultasi informasi anggota World Ocean Conference (WOC) di Jakarta, Kamis (26/2).
Ungkapan Freddy tersebut ingin menepis anggapan beberapa negara yang memandang bahwa dengan pelestarian terumbu karang akan mematikan kegiatan ekonomi rakyat.
Sebaliknya, justru dengan bagusnya kondisi terumbu karang, ikan-ikan yang dihasilkan semakin banyak. Dengan demikian menguntungkan masyarakat.
"Untuk itu, kami kembangkan budi daya yang ramah lingkungan sehingga perekonomian mereka tetap bisa dikembangkan," kata Freddy.
Pelestarian terumbu karang ini rencananya akan menjadi salah satu fokus pembicaraan dalam Coral Triangel Initiative (CTI) Summit yang merupakan bagian dari WOC di Manado, 11-15 Mei.
CTI terdiri dari enam negara anggota yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Papua Niugini, Timor Leste, dan Kepulauan Solomon.
Fokus mereka ini sebagaimana dikatakan Freddy adalah kawasan segitiga terumbu karang dunia yaitu di sekitar laut Sulawesi dengan fokus Bunaken sampai Filipina.
C4-09
ENGLISH VERSION
PROTECTING CORAL REEFS, THE ECONOMY INCREASED
jAKARTA. Preservation of coral reefs will not shut the public economic activities, but upgrading.
Said Minister of Marine and Fisheries Freddy Numberi information consultation on the sidelines member World Ocean Conference (WOC) in Jakarta on Thursday (26 / 2).
Freddy's expression is want to skim some of the members consider that the preservation of coral reefs will be shut off people's economic activities.
Instead, if coral reefs in good condition, produce fish more and more. Thus the community
"For that, we develop the moral power friendly economic environment so that they can still be developed," said Freddy.
Preservation of coral reefs this event will become one focus of speech in Coral Triangel Initiative (CTI) Summit, which is part of the WOC in Manado, May 11-15.
CTI consists of six member countries, namely Indonesia, Malaysia, Philippines, Papua New Guinea, Timor Leste, and Solomon Islands.
Focus on this as they said Freddy is the triangle area of coral reefs around the world, namely the sea with a focus on Bunaken Sulawesi to the Philippines.
C4-09
JAKARTA. Pelestarian terumbu karang tidak akan mematikan kegiatan perekonomian masyarakat, melainkan meningkatkannya.
Demikian disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi di sela konsultasi informasi anggota World Ocean Conference (WOC) di Jakarta, Kamis (26/2).
Ungkapan Freddy tersebut ingin menepis anggapan beberapa negara yang memandang bahwa dengan pelestarian terumbu karang akan mematikan kegiatan ekonomi rakyat.
Sebaliknya, justru dengan bagusnya kondisi terumbu karang, ikan-ikan yang dihasilkan semakin banyak. Dengan demikian menguntungkan masyarakat.
"Untuk itu, kami kembangkan budi daya yang ramah lingkungan sehingga perekonomian mereka tetap bisa dikembangkan," kata Freddy.
Pelestarian terumbu karang ini rencananya akan menjadi salah satu fokus pembicaraan dalam Coral Triangel Initiative (CTI) Summit yang merupakan bagian dari WOC di Manado, 11-15 Mei.
CTI terdiri dari enam negara anggota yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Papua Niugini, Timor Leste, dan Kepulauan Solomon.
Fokus mereka ini sebagaimana dikatakan Freddy adalah kawasan segitiga terumbu karang dunia yaitu di sekitar laut Sulawesi dengan fokus Bunaken sampai Filipina.
C4-09
ENGLISH VERSION
PROTECTING CORAL REEFS, THE ECONOMY INCREASED
jAKARTA. Preservation of coral reefs will not shut the public economic activities, but upgrading.
Said Minister of Marine and Fisheries Freddy Numberi information consultation on the sidelines member World Ocean Conference (WOC) in Jakarta on Thursday (26 / 2).
Freddy's expression is want to skim some of the members consider that the preservation of coral reefs will be shut off people's economic activities.
Instead, if coral reefs in good condition, produce fish more and more. Thus the community
"For that, we develop the moral power friendly economic environment so that they can still be developed," said Freddy.
Preservation of coral reefs this event will become one focus of speech in Coral Triangel Initiative (CTI) Summit, which is part of the WOC in Manado, May 11-15.
CTI consists of six member countries, namely Indonesia, Malaysia, Philippines, Papua New Guinea, Timor Leste, and Solomon Islands.
Focus on this as they said Freddy is the triangle area of coral reefs around the world, namely the sea with a focus on Bunaken Sulawesi to the Philippines.
C4-09
Terumbu Karang di Aceh Bersemi Kembali
TEMPO Interaktif, Banda Aceh (Senin, 29 Desember 2008 | 19:54 WIB)
Tim peneliti dari Wildlife Conservation Society melaporkan kabar gembira bahwa terumbu karang di pesisir barat Aceh yang pernah dihantam tsunami empat tahun lalu kembali pulih. Sebuah proses yang sangat cepat mengingat pemulihan itu pernah dikhawatirkan bakal perlu waktu sampai sepuluh tahun.
Kelompok konservasionis yang berbasis di New York, Amerika Serikat, itu juga mengungkapkan kalau terumbu karang yang sudah rusak sebelum terjangan tsunami pun ikut bersemi. "Dari survei yang kami lakukan atas 60 situs di sepanjang 800 kilometer garis pantai barat Aceh kami mendapati pertumbuhan cepat dari karang-karang muda,” kata Stuart Campbell, Koordinator Program Kelautan Indonesia di WCS.
Campbell mengabarkan, teknik pemanenan ikan yang merusak sudah ditinggalkan nelayan setempat. Upaya pencangkokkan karang-karang hidup ke wilayah yang rusak juga terlihat. “Ini adalah kisah pemulihan ekosistem yang sangat hebat yang datang tepat di peringatan tahun keempat bencana tsunami,” kata Campbell sambil menambahkan, “Temuan perkembangan ini sekaligus memberi wawasan baru kepada kami dalam menata ekosistem terumbu karang menghadapi perubahan iklim.”
BBC, AP
ENGLISH VERSION
CORAL REEFS OF ACEH SPROUT BACK
The research team from the Wildlife Conservation Society reported the good news that the coral reefs in the west coast of Aceh that have been damaged by the tsunami four years ago to recover again. A process which is very fast considering that the recovery had feared will take up to ten years
Conservasionist group based in New York, United States, it also revealed that coral reefs are already damaged before the tsunami also took lunge sprout. "From our survey over 60 sites along the 800 kilometer coastline west Aceh we found rapid growth of young coral-reef," said Stuart Campbell, Program Coordinator of the WCS Indonesia Marine.
Campbell preach, fishing techniques that damage the local fishermen have been abandoned. Recovery efforts of living coral-reef to the damaged area is also visible. "This is the story of ecosystem restoration is a great reminder came in the fourth year to the tsunami," Campbell said while adding, "The findings of this gives us new insights in managing coral reef ecosystems to global climate change."
BBC, AP
Tim peneliti dari Wildlife Conservation Society melaporkan kabar gembira bahwa terumbu karang di pesisir barat Aceh yang pernah dihantam tsunami empat tahun lalu kembali pulih. Sebuah proses yang sangat cepat mengingat pemulihan itu pernah dikhawatirkan bakal perlu waktu sampai sepuluh tahun.
Kelompok konservasionis yang berbasis di New York, Amerika Serikat, itu juga mengungkapkan kalau terumbu karang yang sudah rusak sebelum terjangan tsunami pun ikut bersemi. "Dari survei yang kami lakukan atas 60 situs di sepanjang 800 kilometer garis pantai barat Aceh kami mendapati pertumbuhan cepat dari karang-karang muda,” kata Stuart Campbell, Koordinator Program Kelautan Indonesia di WCS.
Campbell mengabarkan, teknik pemanenan ikan yang merusak sudah ditinggalkan nelayan setempat. Upaya pencangkokkan karang-karang hidup ke wilayah yang rusak juga terlihat. “Ini adalah kisah pemulihan ekosistem yang sangat hebat yang datang tepat di peringatan tahun keempat bencana tsunami,” kata Campbell sambil menambahkan, “Temuan perkembangan ini sekaligus memberi wawasan baru kepada kami dalam menata ekosistem terumbu karang menghadapi perubahan iklim.”
BBC, AP
ENGLISH VERSION
CORAL REEFS OF ACEH SPROUT BACK
The research team from the Wildlife Conservation Society reported the good news that the coral reefs in the west coast of Aceh that have been damaged by the tsunami four years ago to recover again. A process which is very fast considering that the recovery had feared will take up to ten years
Conservasionist group based in New York, United States, it also revealed that coral reefs are already damaged before the tsunami also took lunge sprout. "From our survey over 60 sites along the 800 kilometer coastline west Aceh we found rapid growth of young coral-reef," said Stuart Campbell, Program Coordinator of the WCS Indonesia Marine.
Campbell preach, fishing techniques that damage the local fishermen have been abandoned. Recovery efforts of living coral-reef to the damaged area is also visible. "This is the story of ecosystem restoration is a great reminder came in the fourth year to the tsunami," Campbell said while adding, "The findings of this gives us new insights in managing coral reef ecosystems to global climate change."
BBC, AP
Kamis, 12 Maret 2009
Terumbu karang Rusak, Populasi Ikan Turun
PAINAN, MINGGU - Populasi ikan di perairan pantai Kabupaten Pesisir Selatan (Pessel), Sumbar, kini terus turun sebagai dampak kerusakan hutan bakau dan terumbu karang yang semakin parah di daerah pesisir pantai itu.
"Banyak potensi ikan tangkapan itu berpindah ke daerah tetangga, karena terumbu karang dan hutan bakau nyaris tidak ada lagi di sepanjang perairan pantai Pessel," kata Kasi Teknologi dan Budidaya, Dinas Kelautan dan Perikanan Pessel , Zaitul Ikhlas, di Painan, Minggu (13/7).
Dia menyebutkan, berdasarkan hasil penelitian Puslitbang Perikanan Universitas Bung Hatta tahun 2001 terungkap bahwa tingkat kerusakan ekosistem mangrove dan terumbu karang di Pessel mencapai 70 hingga 80 persen. Kondisi ini menjadi penyebab utama populasi ikan tangkapan di daerah itu terus berkurang dari tahun ke tahun.
Guna mengatasi kondisi itu tahun 2009 DKP Pessel menjadwalkan program pengembangan teknologi dan budidaya laut dan menyosialisasikan pada nelayan untuk meningkatkan kepedulian pelestarian ekosistem laut pesisir. "Intinya kita himbau nelayan tidak menggunakan teknologi perusak (bom ikan/potas) untuk menangkap ikan di laut," katanya.
Potensi ikan tangkapan di Pessel mencapai 95.000 ton/tahun, dan yang tergarap nelayan hanya 25.704,72 ton/tahun. Luas perairan Pessel 232,4 kilometer persegi, dengan jumlah nelayan 16.394 orang, dan sentra tangkapan ikan di kecamatan Koto XI Tarusan, Linggo Sari Baganti dan Sutera. Alat tangkap berupa mesin long tail sebanyak 600 unit, mesin tempel 15 PK (100 unit), payang (200 unit), kapal tonda (150 unit) dan kapal bagan (200 unit).
WAH
Sumber : Antara
www.kompas.com)
CORAL REEFS DAMAGES, FISH ABUNDANCE DECREASE
Painan, SUNDAY - Population of the fish in the coastal waters of South Coastal District (Pessel), Sumbar, now hold down the impact of the damage as mangroves and coral reefs are increasingly severe in the coastal areas of the beach.
"Many potential fish that move to the neighboring regions, because the coral reefs and mangroves no longer narrowly along the coastal waters Pessel," said Coordonator of Technology and cultivation, Department of Marine and Fisheries Pessel, Zaitul Ikhlas, in Painan, Sunday (13 / 7).
He said, based on the results of Fisheries research and development centre research Bung Hatta University in 2001 revealed that the level of damage to mangrove ecosystems and coral reefs in Pessel reach 80 to 70 percent. This condition is a major cause of the fish population in the region continue to decrease from year to year.
In order to overcome the condition in 2009 DKP Pessel schedule a program development and cultivation of marine technology and menyosialisasikan on fishermen to increase awareness of preservation of marine coastal ecosystems. "Basically we himbau fishermen do not use technology destroyer (fish bombing / potas) to catch fish in the sea," he said.
Potential fish catch in Pessel reach 95,000 tons / year, and the fishermen tergarap only 25,704.72 tons / year. Area waters Pessel 232.4 square kilometers, with 16,394 people the number of fishermen, and catch fish center in the district of Koto XI Tarusan, Linggo Sari Baganti and Silk. Tools catching the form of long tail of 600 units, 15 engine tempel PK (100 units), payang (200 units), ship tonda (150 units) and ship draft (200 units).
Wah
Source: Antara
"Banyak potensi ikan tangkapan itu berpindah ke daerah tetangga, karena terumbu karang dan hutan bakau nyaris tidak ada lagi di sepanjang perairan pantai Pessel," kata Kasi Teknologi dan Budidaya, Dinas Kelautan dan Perikanan Pessel , Zaitul Ikhlas, di Painan, Minggu (13/7).
Dia menyebutkan, berdasarkan hasil penelitian Puslitbang Perikanan Universitas Bung Hatta tahun 2001 terungkap bahwa tingkat kerusakan ekosistem mangrove dan terumbu karang di Pessel mencapai 70 hingga 80 persen. Kondisi ini menjadi penyebab utama populasi ikan tangkapan di daerah itu terus berkurang dari tahun ke tahun.
Guna mengatasi kondisi itu tahun 2009 DKP Pessel menjadwalkan program pengembangan teknologi dan budidaya laut dan menyosialisasikan pada nelayan untuk meningkatkan kepedulian pelestarian ekosistem laut pesisir. "Intinya kita himbau nelayan tidak menggunakan teknologi perusak (bom ikan/potas) untuk menangkap ikan di laut," katanya.
Potensi ikan tangkapan di Pessel mencapai 95.000 ton/tahun, dan yang tergarap nelayan hanya 25.704,72 ton/tahun. Luas perairan Pessel 232,4 kilometer persegi, dengan jumlah nelayan 16.394 orang, dan sentra tangkapan ikan di kecamatan Koto XI Tarusan, Linggo Sari Baganti dan Sutera. Alat tangkap berupa mesin long tail sebanyak 600 unit, mesin tempel 15 PK (100 unit), payang (200 unit), kapal tonda (150 unit) dan kapal bagan (200 unit).
WAH
Sumber : Antara
www.kompas.com)
CORAL REEFS DAMAGES, FISH ABUNDANCE DECREASE
Painan, SUNDAY - Population of the fish in the coastal waters of South Coastal District (Pessel), Sumbar, now hold down the impact of the damage as mangroves and coral reefs are increasingly severe in the coastal areas of the beach.
"Many potential fish that move to the neighboring regions, because the coral reefs and mangroves no longer narrowly along the coastal waters Pessel," said Coordonator of Technology and cultivation, Department of Marine and Fisheries Pessel, Zaitul Ikhlas, in Painan, Sunday (13 / 7).
He said, based on the results of Fisheries research and development centre research Bung Hatta University in 2001 revealed that the level of damage to mangrove ecosystems and coral reefs in Pessel reach 80 to 70 percent. This condition is a major cause of the fish population in the region continue to decrease from year to year.
In order to overcome the condition in 2009 DKP Pessel schedule a program development and cultivation of marine technology and menyosialisasikan on fishermen to increase awareness of preservation of marine coastal ecosystems. "Basically we himbau fishermen do not use technology destroyer (fish bombing / potas) to catch fish in the sea," he said.
Potential fish catch in Pessel reach 95,000 tons / year, and the fishermen tergarap only 25,704.72 tons / year. Area waters Pessel 232.4 square kilometers, with 16,394 people the number of fishermen, and catch fish center in the district of Koto XI Tarusan, Linggo Sari Baganti and Silk. Tools catching the form of long tail of 600 units, 15 engine tempel PK (100 units), payang (200 units), ship tonda (150 units) and ship draft (200 units).
Wah
Source: Antara
Efek Rumah Kaca Ancam Terumbu Karang Dunia
Kompas, Kamis, 11 Desember 2008 | 07:48 WIB)
POZNAN, RABU - Dunia telah kehilangan hampir 20 persen terumbu karangnya akibat emisi karbon dioksida, demikian laporan yang disiarkan di Poznan, Polandia, Rabu (10/12). Laporan yang dirilis Global Coral Reef Monitoring Network ini merupakan upaya memberi tekanan atas peserta konferensi PBB mengenai iklim agar membuat kemajuan dalam memerangi kenaikan suhu global.
"Jika kecenderungan emisi karbon dioksida saat ini terus berlangsung, banyak terumbu karang mungkin akan hilang dalam waktu 20 sampai 40 tahun mendatang, dan ini akan memiliki konsekuensi bahaya bagi sebanyak 500 juta orang yang bergantung atas terumbu karang untuk memperoleh nafkah mereka," ungkap laporan tersebut.
"Jika tak ada perubahan, kita akan menyaksikan berlipatnya karbon dioksida di atmosfer dalam waktu kurang dari 50 tahun," ujar Carl Gustaf Lundin, pimpinan program kelautan global di International Union for Conservation of Nature, salah satu organisasi di belakang Global Coral Reef Monitoring Network.
"Karena karbon ini diserap, samudra akan menjadi lebih asam, yang secara serius merusak sangat banyak biota laut dari terumbu karang hingga kumpulan plankton dan dari udang besar hingga rumput laut," tambahnya.
Saat ini, perubahan iklim dipandang sebagai ancaman terbesar bagi terumbu karang. Ancaman utama iklim, seperti naiknya temperatur permukaan air laut dan tingkatan keasaman air laut, bertambah besar oleh ancaman lain termasuk pengkapan ikan secara berlebihan, polusi dan spesies pendatang.
Yang membesarkan hati dari laporan tersebut adalah sekitar 45 persen terumbu karang saat ini masih berada dalam kondisi sehat. Harapan lainnya adalah kemampuan sebagian terumbu karang untuk pulih setelah peristiwa besar "bleaching" akibat air yang menghangat, dan menyesuaikan diri dengan perubahan iklim.
"Laporan itu merinci konsensus kuat ilmiah bahwa perubahan iklim harus dibatasi pada tingkat minimum absolut," ungkap Clive Wilkinson, Koordinator Global Coral Reef Monitoring Network.
Laporan tersebut juga menyatakan terumbu karang memiliki peluang lebih tinggi untuk bertahan hidup pada saat perubahan iklim terjadi, jika faktor tekanan lain yang berkaitan dengan kegiatan manusia diperkecil.
AC
Sumber : Ant
www.kompas.com
GREEN HOUSES EFFECT THREATEN CORAL REEFS
Kompas, Thursday, December 11, 2008 | 07:48 WIB
The world has lost almost 20 percent of coral reefs due to emissions of carbon dioxide, so that broadcast reports in Poznan, Poland, Wednesday (10/12). Released a report that the Global Coral Reef Monitoring Network is an effort to put pressure on the UN conference on climate in order to make progress in the fight against global temperature increase.
"If the trend of carbon dioxide emissions continues at this time, many coral reefs may be lost within 20 to 40 years, and this will have consequences for the danger as much as 500 million people who depend on coral reefs in order to obtain their sustenance," says the report .
"If nothing changes, we will see increasing of carbon dioxide in the atmosphere in less than 50 years," said Carl Gustaf Lundin, head global marine program at the International Union for Conservation of Nature, one of the organizations behind the Global Coral Reef Monitoring Network.
"Because the carbon is absorbed, the ocean becomes more acid, which is very much serious damage to marine biota of coral reefs and plankton to the collection of prawn to seaweed," he added.
Currently, climate change is seen as the biggest threat to coral reefs. Main climate threat, such as the increase in surface sea water temperature and acidity levels of sea water, increased by the threat of other fish including excessive fishing, pollution and species migrants.
Encouraging that the report is from about 45 percent of coral reefs at this time are still in healthy condition. Hope other part is the ability for coral reefs to recover after the events of "bleaching" due to increased sea water temperature, and adapt with climate change.
"The report breaks down the strong scientific consensus that climate change should be limited to the absolute minimum level," said Clive Wilkinson, Coordinator Global Coral Reef Monitoring Network.
The report also states coral reefs have a higher chance to survive when the climate changes occur, if the pressure of other factors that are associated with
human activities reduced.
AC
Source : Ant
POZNAN, RABU - Dunia telah kehilangan hampir 20 persen terumbu karangnya akibat emisi karbon dioksida, demikian laporan yang disiarkan di Poznan, Polandia, Rabu (10/12). Laporan yang dirilis Global Coral Reef Monitoring Network ini merupakan upaya memberi tekanan atas peserta konferensi PBB mengenai iklim agar membuat kemajuan dalam memerangi kenaikan suhu global.
"Jika kecenderungan emisi karbon dioksida saat ini terus berlangsung, banyak terumbu karang mungkin akan hilang dalam waktu 20 sampai 40 tahun mendatang, dan ini akan memiliki konsekuensi bahaya bagi sebanyak 500 juta orang yang bergantung atas terumbu karang untuk memperoleh nafkah mereka," ungkap laporan tersebut.
"Jika tak ada perubahan, kita akan menyaksikan berlipatnya karbon dioksida di atmosfer dalam waktu kurang dari 50 tahun," ujar Carl Gustaf Lundin, pimpinan program kelautan global di International Union for Conservation of Nature, salah satu organisasi di belakang Global Coral Reef Monitoring Network.
"Karena karbon ini diserap, samudra akan menjadi lebih asam, yang secara serius merusak sangat banyak biota laut dari terumbu karang hingga kumpulan plankton dan dari udang besar hingga rumput laut," tambahnya.
Saat ini, perubahan iklim dipandang sebagai ancaman terbesar bagi terumbu karang. Ancaman utama iklim, seperti naiknya temperatur permukaan air laut dan tingkatan keasaman air laut, bertambah besar oleh ancaman lain termasuk pengkapan ikan secara berlebihan, polusi dan spesies pendatang.
Yang membesarkan hati dari laporan tersebut adalah sekitar 45 persen terumbu karang saat ini masih berada dalam kondisi sehat. Harapan lainnya adalah kemampuan sebagian terumbu karang untuk pulih setelah peristiwa besar "bleaching" akibat air yang menghangat, dan menyesuaikan diri dengan perubahan iklim.
"Laporan itu merinci konsensus kuat ilmiah bahwa perubahan iklim harus dibatasi pada tingkat minimum absolut," ungkap Clive Wilkinson, Koordinator Global Coral Reef Monitoring Network.
Laporan tersebut juga menyatakan terumbu karang memiliki peluang lebih tinggi untuk bertahan hidup pada saat perubahan iklim terjadi, jika faktor tekanan lain yang berkaitan dengan kegiatan manusia diperkecil.
AC
Sumber : Ant
www.kompas.com
GREEN HOUSES EFFECT THREATEN CORAL REEFS
Kompas, Thursday, December 11, 2008 | 07:48 WIB
The world has lost almost 20 percent of coral reefs due to emissions of carbon dioxide, so that broadcast reports in Poznan, Poland, Wednesday (10/12). Released a report that the Global Coral Reef Monitoring Network is an effort to put pressure on the UN conference on climate in order to make progress in the fight against global temperature increase.
"If the trend of carbon dioxide emissions continues at this time, many coral reefs may be lost within 20 to 40 years, and this will have consequences for the danger as much as 500 million people who depend on coral reefs in order to obtain their sustenance," says the report .
"If nothing changes, we will see increasing of carbon dioxide in the atmosphere in less than 50 years," said Carl Gustaf Lundin, head global marine program at the International Union for Conservation of Nature, one of the organizations behind the Global Coral Reef Monitoring Network.
"Because the carbon is absorbed, the ocean becomes more acid, which is very much serious damage to marine biota of coral reefs and plankton to the collection of prawn to seaweed," he added.
Currently, climate change is seen as the biggest threat to coral reefs. Main climate threat, such as the increase in surface sea water temperature and acidity levels of sea water, increased by the threat of other fish including excessive fishing, pollution and species migrants.
Encouraging that the report is from about 45 percent of coral reefs at this time are still in healthy condition. Hope other part is the ability for coral reefs to recover after the events of "bleaching" due to increased sea water temperature, and adapt with climate change.
"The report breaks down the strong scientific consensus that climate change should be limited to the absolute minimum level," said Clive Wilkinson, Coordinator Global Coral Reef Monitoring Network.
The report also states coral reefs have a higher chance to survive when the climate changes occur, if the pressure of other factors that are associated with
human activities reduced.
AC
Source : Ant
Indonesia Perlu Solusi Tepat Atasi Dampak Perubahan Iklim
(KOMPAS, KAMIS, 19 FEBRUARI 2009)
BANDUNG, KAMIS — Indonesia diharapkan terus melakukan penelitian dan mempublikasikannya kepada masyarakat mengenai dampak perubahan iklim. Potensi bahaya perubahan iklim seharusnya bisa diminimalkan karena merupakan kejadian berulang.
Demikian dikatakan Professor Christian Azar dari Chalmers University of Technology dalam ceramah publik di Universitas Padjadjaran, Bandung, Kamis (19/2). Bahasan utama yang dibawakannya adalah "Climate Change and the Future of Energy".
Menurut Azar, Indonesia dengan mayoritas penduduk berprofesi sebagai petani dan nelayan, ancaman dampak perubahan iklim sangat besar, baik itu pada hasil panen maupun cuaca buruk di laut. Oleh karena itu, untuk meminimalkan dampaknya, ia mengharapkan Indonesia terus mencari solusi tepat meminimalkan dampak perubahan iklim.
CHE
www.kompas.com
INDONSIA NEEDS THE RIGHT SOLUTION FOR CLIMATE CHANGE IMPACT
Indonesia is expected to continue to conduct research and publish it to the community about the impact of climate change. Potential danger of climate change should be minimized because it is a recurring event.
Said Professor Christian Azar of Chalmers University of Technology in a public lecture at the University of Padjadjaran, Bandung, Thursday(19 / 2). Main topic presented was "Climate Change and the Future of Energy".
According to Azar, Indonesia with a majority of the population work as farmers and fishermen, the threat of climate change impact is very big, either in the harvest or bad weather at sea. Therefore, to minimize its impact, he expects Indonesia continues search for appropriate solutions that minimize the impact of climate change.
BANDUNG, KAMIS — Indonesia diharapkan terus melakukan penelitian dan mempublikasikannya kepada masyarakat mengenai dampak perubahan iklim. Potensi bahaya perubahan iklim seharusnya bisa diminimalkan karena merupakan kejadian berulang.
Demikian dikatakan Professor Christian Azar dari Chalmers University of Technology dalam ceramah publik di Universitas Padjadjaran, Bandung, Kamis (19/2). Bahasan utama yang dibawakannya adalah "Climate Change and the Future of Energy".
Menurut Azar, Indonesia dengan mayoritas penduduk berprofesi sebagai petani dan nelayan, ancaman dampak perubahan iklim sangat besar, baik itu pada hasil panen maupun cuaca buruk di laut. Oleh karena itu, untuk meminimalkan dampaknya, ia mengharapkan Indonesia terus mencari solusi tepat meminimalkan dampak perubahan iklim.
CHE
www.kompas.com
INDONSIA NEEDS THE RIGHT SOLUTION FOR CLIMATE CHANGE IMPACT
Indonesia is expected to continue to conduct research and publish it to the community about the impact of climate change. Potential danger of climate change should be minimized because it is a recurring event.
Said Professor Christian Azar of Chalmers University of Technology in a public lecture at the University of Padjadjaran, Bandung, Thursday(19 / 2). Main topic presented was "Climate Change and the Future of Energy".
According to Azar, Indonesia with a majority of the population work as farmers and fishermen, the threat of climate change impact is very big, either in the harvest or bad weather at sea. Therefore, to minimize its impact, he expects Indonesia continues search for appropriate solutions that minimize the impact of climate change.
14 Negara Pulau Terancam Hilang: Ekonomi Hijau untuk Dorong Ekonomi Global
www.kompas.com
JAKARTA, SELASA - Tanpa upaya mereduksi emisi gas-gas rumah kaca - terutama karbon dioksida - ke atmosfer, dalam jangka panjang bukan hanya pola iklim dan siklus hidup berubah. Hilangnya ribuan pulau, termasuk 14 negara pulau di muka bumi ini, akan mengubah peta dunia.
Bencana ini disebabkan naiknya permukaan laut karena mencairnya es di kutub. Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi dalam pidato kunci pada Pertemuan Ke-25 Dewan Pengarah (Governing Council) Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP) di Nairobi, Kenya, Senin (16/2), mengingatkan kembali dampak global dari perubahan iklim.
Pencemaran gas-gas rumah kaca telah berdampak nyata pada naiknya suhu muka laut, mencairnya es di kutub, naiknya tinggi muka laut, tenggelamnya pulau-pulau, serta hancurnya terumbu karang akibat pengasaman dan melemahnya ketahanan pangan dari laut.
Karena itu, dalam pertemuan yang dihadiri delegasi dari 136 negara itu, Freddy mengajak UNEP mengangkat isu laut dan perubahan iklim serta mengundang dunia untuk bersama-sama hadir di World Ocean Conference (WOC) 2009 di Manado untuk menyepakati Manado Ocean Declaration (MOD).
Dalam pertemuan yang akan berlangsung hingga Jumat, delegasi RI dipimpin oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, beranggotakan Gubernur Sulut sebagai Wakil Ketua Panitia WOC Sinyo H Sarundajang, Sesmenko Kesra/Sekretaris WOC Indroyono Soesilo, Dubes RI di Kenya Budi Bowoleksono, Deputi II Menneg LH Masnellyarti Hilman, Dirjen Multilateral Deplu Rezlan Jenie, dan Kepala BRKP-DKP Gelwyn Yusuf.
Target delegasi Indonesia adalah melaporkan persiapan WOC, Coral Triangle Initiative Summit, dan draf MOD.
Tampil menyampaikan pidato kunci lainnya, yaitu Menteri Pertanian Belanda Gerda Verburg dan Inspektur United Nations System Tadanori Inamata.
Pulau tenggelam
Indroyono Soesilo menambahkan, di antara peserta pertemuan hadir delegasi dari Small Islands Development State (SIDS) yang menyatakan kesediaannya untuk hadir dalam WOC 2009. Mereka akan mendukung MOD sebagai upaya untuk mitigasi dan adaptasi menghadapi perubahan iklim.
Diperkirakan dari 44 anggota SIDS, 14 negara kecil di antaranya terancam hilang akibat naiknya permukaan laut, antara lain beberapa negara pulau di Samudra Pasifik, yaitu Sychelles, Tuvalu, Kiribati, dan Palau, serta Maladewa di Samudra Hindia.
Akibat pemanasan global, minimal 18 pulau di muka bumi ini telah tenggelam, antara lain tujuh pulau di Manus, sebuah provinsi di Papua Niugini. Kiribati, negara pulau yang berpenduduk 107.800 orang, sekitar 30 pulaunya saat ini sedang tenggelam, sedangkan tiga pulau karangnya telah tenggelam.
Maladewa yang berpenduduk 369.000 jiwa, presidennya telah menyatakan akan merelokasikan seluruh negeri itu. Sementara itu, Vanuatu yang didiami 212.000 penduduk, sebagian telah diungsikan dan desa-desa di pesisir direlokasikan
Karena ancaman nyata itu, delegasi dari negara kepulauan tersebut serta Aljazair dan Tanzania sangat mendukung WOC dan akan hadir di Manado, mengingat negara tersebut terancam hilang dari muka bumi ini akibat perubahan iklim.
Indonesia sendiri berpotensi kehilangan 2.000-an pulau pada tahun 2030 bila tidak ada program mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, ujar Indroyono, yang juga mantan Kepala Badan Riset Kelautan dan Perikanan DKP.
Ekonomi hijau
Dalam pertemuan itu UNEP mengusung tema ”Green is the New Deal”. Meski dunia tengah didera krisis finansial, krisis lingkungan akibat perubahan iklim tetap lebih parah dampaknya. Karena itu, UNEP memperkenalkan green economy, termasuk ketahanan pangan, biofuel, dan berupaya terus mengangkat isu kelautan ke dalam program UNEP, kata Indroyono.
Direktur Eksekutif UNEP Ahiem Steiner dalam sambutannya juga menyatakan mendukung WOC dan memberikan komitmennya akan membawa hasil-hasil WOC dan MOD pada COP-15 UNFCCC yang akan diadakan di Kopenhagen, Desember 2009.
Yuni Ikawati
14 STATE OF ISLANDS THREATENED MISSING : SUPPORT THE GREEN ECONOMY FOR GLOBAL ECONOMY
Without the efforts to reduce gas-emissions of greenhouse gases - especially carbon dioxide - to the atmosphere, in the long run not only the pattern of life cycle and climate change. thousands of islands, including 14 island countries in the world threatened missing, and will change the world map.
This disaster caused by sea level rise because the polar ice melt. Marine and Fisheries Minister Freddy Numberi in a speech at the key to the Council Committee-25 (Governing Council) Environment Program of the United Nations (UNEP) in Nairobi, Kenya, on Monday (16 / 2), the return on the impact of global climate change.
Pollution gas-greenhouse gases have impacted significantly on sea level temperature, the polar ice melt, high-rise sea level, sinking island, and coral reef destruction due to the increased acid content and lower food from the sea.
Therefore, in a meeting that was attended by delegations from 136 countries, the UNEP Freddy invites the issue of climate change and sea level and invite all the world to be present in the World Ocean Conference (WOC) in Manado in 2009 agreed to Manado Ocean Declaration (MOD)
meeting will be held until Friday, the delegation led by Indonesian Minister of Marine and Fisheries, the Governor of North Sulawesi as Vice Chairman of the Committee WOC Santa Sarundajang H, Sesmenko for People's Welfare / Secretary WOC Indroyono Susilo, Dubes RI Budi Bowoleksono in Kenya, Deputy II Menneg LH Masnellyarti Hilman, Director General Multilateral DEPLU Rezlan Jenie, head and BRKP-DKP Gelwyn Joseph.
Target delegation from Indonesia is reporting preparation of WOC, the Coral Triangle Initiative Summit, and MOD draft.
other key note speeker is the Dutch Agriculture Minister Gerda Verburg and the United Nations System Inspector Tadanori Inamata.
SINKING ISLAND
among the participants of the delegation attended a meeting the Small Islands Development State (SIDS) Indroyono Susilo added that the willingness to be present in the WOC 2009. They will support the MOD in an attempt to mitigation and adaptation to climate change.
An estimated 44 members of SIDS, 14 small countries threatened by lost due to sea level rise, among other countries in the Pacific Ocean islands, namely Sychelles, Tuvalu, Kiribati, and Palau, and the Maldives in the Indian Ocean.
cause global warming, at least 18 islands in the land has been submerged, including seven on the island of Manus, a province in Papua New Guinea. Kiribati, the island country that has 107,800 people, about 30 pulaunya currently being drowned, while the three islands have been submerged.
Maldives that has 369,000 people, the presiden has stated that will relocted throughout the land. Meanwhile, Vanuatu is inhabited 212,000 population, some have been evacuated and villages in the coastal relocated
Because the threat is truly real, the delegation from the island nation and Algeria and Tanzania strongly support and will attend WOC in Manado, considering the country's threatened lost from the surface of the earth due to climate change.
Indonesia itself potentially loss of 2,000-an island in the year 2030 if theri isn mitigation program and adaptation to climate change, said Indroyono, who is also former Head of Marine and Fisheries Research. marine affairs.
GREEN ECONOMY
at the meeting, UNEP carry the theme "Green is the New Deal." Although the world financial crisis, environmental crisis due to climate change remains more severe impact. Therefore, UNEP introduced a green economy, including food security, biofuel, and continue to strive to raise the issue of marine programs in the UNEP, said Indroyono.
UNEP Executive Director Steiner Ahiem also stated in his speech to support its commitment to provide WOC and will bring the results of the WOC and MOD UNFCCC COP-15 which will be held in Copenhagen, December 2009.
Yuni Ikawati
JAKARTA, SELASA - Tanpa upaya mereduksi emisi gas-gas rumah kaca - terutama karbon dioksida - ke atmosfer, dalam jangka panjang bukan hanya pola iklim dan siklus hidup berubah. Hilangnya ribuan pulau, termasuk 14 negara pulau di muka bumi ini, akan mengubah peta dunia.
Bencana ini disebabkan naiknya permukaan laut karena mencairnya es di kutub. Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi dalam pidato kunci pada Pertemuan Ke-25 Dewan Pengarah (Governing Council) Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP) di Nairobi, Kenya, Senin (16/2), mengingatkan kembali dampak global dari perubahan iklim.
Pencemaran gas-gas rumah kaca telah berdampak nyata pada naiknya suhu muka laut, mencairnya es di kutub, naiknya tinggi muka laut, tenggelamnya pulau-pulau, serta hancurnya terumbu karang akibat pengasaman dan melemahnya ketahanan pangan dari laut.
Karena itu, dalam pertemuan yang dihadiri delegasi dari 136 negara itu, Freddy mengajak UNEP mengangkat isu laut dan perubahan iklim serta mengundang dunia untuk bersama-sama hadir di World Ocean Conference (WOC) 2009 di Manado untuk menyepakati Manado Ocean Declaration (MOD).
Dalam pertemuan yang akan berlangsung hingga Jumat, delegasi RI dipimpin oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, beranggotakan Gubernur Sulut sebagai Wakil Ketua Panitia WOC Sinyo H Sarundajang, Sesmenko Kesra/Sekretaris WOC Indroyono Soesilo, Dubes RI di Kenya Budi Bowoleksono, Deputi II Menneg LH Masnellyarti Hilman, Dirjen Multilateral Deplu Rezlan Jenie, dan Kepala BRKP-DKP Gelwyn Yusuf.
Target delegasi Indonesia adalah melaporkan persiapan WOC, Coral Triangle Initiative Summit, dan draf MOD.
Tampil menyampaikan pidato kunci lainnya, yaitu Menteri Pertanian Belanda Gerda Verburg dan Inspektur United Nations System Tadanori Inamata.
Pulau tenggelam
Indroyono Soesilo menambahkan, di antara peserta pertemuan hadir delegasi dari Small Islands Development State (SIDS) yang menyatakan kesediaannya untuk hadir dalam WOC 2009. Mereka akan mendukung MOD sebagai upaya untuk mitigasi dan adaptasi menghadapi perubahan iklim.
Diperkirakan dari 44 anggota SIDS, 14 negara kecil di antaranya terancam hilang akibat naiknya permukaan laut, antara lain beberapa negara pulau di Samudra Pasifik, yaitu Sychelles, Tuvalu, Kiribati, dan Palau, serta Maladewa di Samudra Hindia.
Akibat pemanasan global, minimal 18 pulau di muka bumi ini telah tenggelam, antara lain tujuh pulau di Manus, sebuah provinsi di Papua Niugini. Kiribati, negara pulau yang berpenduduk 107.800 orang, sekitar 30 pulaunya saat ini sedang tenggelam, sedangkan tiga pulau karangnya telah tenggelam.
Maladewa yang berpenduduk 369.000 jiwa, presidennya telah menyatakan akan merelokasikan seluruh negeri itu. Sementara itu, Vanuatu yang didiami 212.000 penduduk, sebagian telah diungsikan dan desa-desa di pesisir direlokasikan
Karena ancaman nyata itu, delegasi dari negara kepulauan tersebut serta Aljazair dan Tanzania sangat mendukung WOC dan akan hadir di Manado, mengingat negara tersebut terancam hilang dari muka bumi ini akibat perubahan iklim.
Indonesia sendiri berpotensi kehilangan 2.000-an pulau pada tahun 2030 bila tidak ada program mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, ujar Indroyono, yang juga mantan Kepala Badan Riset Kelautan dan Perikanan DKP.
Ekonomi hijau
Dalam pertemuan itu UNEP mengusung tema ”Green is the New Deal”. Meski dunia tengah didera krisis finansial, krisis lingkungan akibat perubahan iklim tetap lebih parah dampaknya. Karena itu, UNEP memperkenalkan green economy, termasuk ketahanan pangan, biofuel, dan berupaya terus mengangkat isu kelautan ke dalam program UNEP, kata Indroyono.
Direktur Eksekutif UNEP Ahiem Steiner dalam sambutannya juga menyatakan mendukung WOC dan memberikan komitmennya akan membawa hasil-hasil WOC dan MOD pada COP-15 UNFCCC yang akan diadakan di Kopenhagen, Desember 2009.
Yuni Ikawati
14 STATE OF ISLANDS THREATENED MISSING : SUPPORT THE GREEN ECONOMY FOR GLOBAL ECONOMY
Without the efforts to reduce gas-emissions of greenhouse gases - especially carbon dioxide - to the atmosphere, in the long run not only the pattern of life cycle and climate change. thousands of islands, including 14 island countries in the world threatened missing, and will change the world map.
This disaster caused by sea level rise because the polar ice melt. Marine and Fisheries Minister Freddy Numberi in a speech at the key to the Council Committee-25 (Governing Council) Environment Program of the United Nations (UNEP) in Nairobi, Kenya, on Monday (16 / 2), the return on the impact of global climate change.
Pollution gas-greenhouse gases have impacted significantly on sea level temperature, the polar ice melt, high-rise sea level, sinking island, and coral reef destruction due to the increased acid content and lower food from the sea.
Therefore, in a meeting that was attended by delegations from 136 countries, the UNEP Freddy invites the issue of climate change and sea level and invite all the world to be present in the World Ocean Conference (WOC) in Manado in 2009 agreed to Manado Ocean Declaration (MOD)
meeting will be held until Friday, the delegation led by Indonesian Minister of Marine and Fisheries, the Governor of North Sulawesi as Vice Chairman of the Committee WOC Santa Sarundajang H, Sesmenko for People's Welfare / Secretary WOC Indroyono Susilo, Dubes RI Budi Bowoleksono in Kenya, Deputy II Menneg LH Masnellyarti Hilman, Director General Multilateral DEPLU Rezlan Jenie, head and BRKP-DKP Gelwyn Joseph.
Target delegation from Indonesia is reporting preparation of WOC, the Coral Triangle Initiative Summit, and MOD draft.
other key note speeker is the Dutch Agriculture Minister Gerda Verburg and the United Nations System Inspector Tadanori Inamata.
SINKING ISLAND
among the participants of the delegation attended a meeting the Small Islands Development State (SIDS) Indroyono Susilo added that the willingness to be present in the WOC 2009. They will support the MOD in an attempt to mitigation and adaptation to climate change.
An estimated 44 members of SIDS, 14 small countries threatened by lost due to sea level rise, among other countries in the Pacific Ocean islands, namely Sychelles, Tuvalu, Kiribati, and Palau, and the Maldives in the Indian Ocean.
cause global warming, at least 18 islands in the land has been submerged, including seven on the island of Manus, a province in Papua New Guinea. Kiribati, the island country that has 107,800 people, about 30 pulaunya currently being drowned, while the three islands have been submerged.
Maldives that has 369,000 people, the presiden has stated that will relocted throughout the land. Meanwhile, Vanuatu is inhabited 212,000 population, some have been evacuated and villages in the coastal relocated
Because the threat is truly real, the delegation from the island nation and Algeria and Tanzania strongly support and will attend WOC in Manado, considering the country's threatened lost from the surface of the earth due to climate change.
Indonesia itself potentially loss of 2,000-an island in the year 2030 if theri isn mitigation program and adaptation to climate change, said Indroyono, who is also former Head of Marine and Fisheries Research. marine affairs.
GREEN ECONOMY
at the meeting, UNEP carry the theme "Green is the New Deal." Although the world financial crisis, environmental crisis due to climate change remains more severe impact. Therefore, UNEP introduced a green economy, including food security, biofuel, and continue to strive to raise the issue of marine programs in the UNEP, said Indroyono.
UNEP Executive Director Steiner Ahiem also stated in his speech to support its commitment to provide WOC and will bring the results of the WOC and MOD UNFCCC COP-15 which will be held in Copenhagen, December 2009.
Yuni Ikawati
Dampak Pemanasan Global Jauh Lebih Buruk (kompas Minggu, 15 Februari 2009 | 15:44 WIB)
CHICAGO, SABTU — Pengaruh buruk pemanasan global ternyata jauh lebih parah dari semua perkiraan berdasarkan asumsi yang terukur saat ini. Kerusakan yang dapat ditimbulkan akibat naiknya suhu Bumi dalam seabad ke depan mungkin sangat buruk.
Profesor Chris Field yang menjadi penulis utama laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) tahun 2007 tentang perubahan iklim mengatakan hal tersebut dalam konferensi sains di Chicago, Sabtu (14/2) waktu setempat. Ia mengatakan, prediksi yang dibuat selama ini belum melihat dampak terburuk.
"Kita sekarang jelas menghadapi perubahan iklim di masa depan yang jauh di atas perkiraan yang diusulkan dalam kebijakan iklim," ujar Field. Misalnya, laporan tahun 2007 yang memperkirakan kenaikan suhu antara 1,1 hingga 6,4 derajat celsius dalam 100 tahun ke depan.
Menurutnya, perkiraan tersebut masih mengabaikan berbagai masalah yang sebanarnya turut memengaruhinya. Ia mengatakan, kenaikan suhu bergerak lebih cepat dan dampaknya bakal lebih buruk.
Temperatur yang meninggi menyebabkan hutan basah di kawasan tropis mengering sehingga lebih mudah terbakar. Selain itu, suhu tinggi juga mempercepat pencairan permafrost, kandungan es dalam tanah dekat kutub. Hal tersebut turut mempercepat kenaikan kadar gas rumah kaca di atmosfer sehingga mempercepat laju pemanasan global.
"Tanpa upaya yang efektif, perubahan iklim semakin besar dan semakin sulit diduga," ujar Field.(www.kompas.com)
The influence of bad global warming turns out much worse of all estimates based on the assumption that measured at this time. Damage that can be caused due to increase in temperature in the Earth's future seabad may be very bad.
Professor Chris Field became the primary author reports Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) in 2007 on climate change say a science conference in Chicago, Saturday (14 / 2) local time. He said, that prediction has been made so far have not see the impact of worst.
"We now clearly face of climate change in the future that are far from the estimates in the proposed climate policy," said Field. For example, a report in 2007 estimating the temperature increase between 1.1 to 6.4 degrees celsius in 100 years.
According to him, the estimates still ignore the actual issues involved affect it. He said, the increase in temperature to move more quickly and its impact will worsen.
increase in temperature causes a wet forest in tropical areas dry up so easily burnt. In addition, high temperatures also accelerate the melting permafrost, ice contents in the soil near the poles. This increase in speed consecutive dry gases in the atmosphere so that the rate accelerating global warming.
"Without an effective effort, the better the climate change and the more difficult is suspected," said Field
Profesor Chris Field yang menjadi penulis utama laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) tahun 2007 tentang perubahan iklim mengatakan hal tersebut dalam konferensi sains di Chicago, Sabtu (14/2) waktu setempat. Ia mengatakan, prediksi yang dibuat selama ini belum melihat dampak terburuk.
"Kita sekarang jelas menghadapi perubahan iklim di masa depan yang jauh di atas perkiraan yang diusulkan dalam kebijakan iklim," ujar Field. Misalnya, laporan tahun 2007 yang memperkirakan kenaikan suhu antara 1,1 hingga 6,4 derajat celsius dalam 100 tahun ke depan.
Menurutnya, perkiraan tersebut masih mengabaikan berbagai masalah yang sebanarnya turut memengaruhinya. Ia mengatakan, kenaikan suhu bergerak lebih cepat dan dampaknya bakal lebih buruk.
Temperatur yang meninggi menyebabkan hutan basah di kawasan tropis mengering sehingga lebih mudah terbakar. Selain itu, suhu tinggi juga mempercepat pencairan permafrost, kandungan es dalam tanah dekat kutub. Hal tersebut turut mempercepat kenaikan kadar gas rumah kaca di atmosfer sehingga mempercepat laju pemanasan global.
"Tanpa upaya yang efektif, perubahan iklim semakin besar dan semakin sulit diduga," ujar Field.(www.kompas.com)
The influence of bad global warming turns out much worse of all estimates based on the assumption that measured at this time. Damage that can be caused due to increase in temperature in the Earth's future seabad may be very bad.
Professor Chris Field became the primary author reports Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) in 2007 on climate change say a science conference in Chicago, Saturday (14 / 2) local time. He said, that prediction has been made so far have not see the impact of worst.
"We now clearly face of climate change in the future that are far from the estimates in the proposed climate policy," said Field. For example, a report in 2007 estimating the temperature increase between 1.1 to 6.4 degrees celsius in 100 years.
According to him, the estimates still ignore the actual issues involved affect it. He said, the increase in temperature to move more quickly and its impact will worsen.
increase in temperature causes a wet forest in tropical areas dry up so easily burnt. In addition, high temperatures also accelerate the melting permafrost, ice contents in the soil near the poles. This increase in speed consecutive dry gases in the atmosphere so that the rate accelerating global warming.
"Without an effective effort, the better the climate change and the more difficult is suspected," said Field
Langganan:
Postingan (Atom)