PENGELOLAAN LAHAN BASAH DI INDONESIA MEMPRIHATINKAN
Monday, 01 February 2010 13:40
JAKARTA (BB) -- Pengelolaan lahan basah untuk berbagai kepentingan ekonomi dengan intrik politik, dipastikan berimbas cukup besar pada lingkungan. Ancaman banjir, penurunan produksi pangan, peningkatan kesurusakan pesisir, akan menjadi masalah besar yang dihadapi bangsa ini.
Dipastikan sejak tahun 1960-1990, seluas 269.000 hektar hutan mangrove di Indonesia musnah dan beralih fungsi menjadi lahan ekonomi untuk tambak udang, telah mengancam kehidupan ekosistem yang berada di areal lokasi tersebut.
Kehancuran lahan basah di Indonesia, sempat diakui Abdul Halim Abdul Halim, Koordinator Program dan Jaringan Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), dipicu karena lemahnya kemauan dan tindakan Negara dalam melindungi dan mengelola lahan basah, khususnya di wilayah pesisir. Kegiatan reklamasi pantai di Teluk Jakarta, Padang (Sumatera Barat), Lampung, dan Kalimantan Timur adalah sederet contoh pemusnahan ekosistem lahan basah dan hutan mangrove di sepanjang pesisir Indonesia,”
Beberapa factor yang mengakibatkan lahan basah ini rusak, dikatakan Abdul Halim, karena pertumbuhan ekonomi dan pola konsumsi yang tidak ramah lingkungan, penangkapan ikan yang destruktif, praktek akuakultur yang tidak benar, peningkatan pencemaran di laut, terbatasnya konservasi sumber daya, dan pengembangan kebijakan yang menjurus terhadap penggunaan sumber daya laut yang berlebihan.
Abdul Halim menyangkan, pada posisi Indonesia seperti sekarang pemerintah justru mengeluarkan UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau kecil yang mengisyaratkan adanya privatisasi kawasan pesisir dan reklamasi pantai dalam skala besar.
Lebih jauh Abdul Halim menerangkan, akibat rusaknya lahan basah bisa dibuktikan dengan peningkatan suhu. Dari tahun 1970 hingga 2004, di Indonesia telah terjadi kenaikan suhu rata-rata tahunan antara 0,2-10C. “Ini sangat mengancam kelangsungan hidup ekosistem termasuk manusia itu sendiri,” tegasnya.
Menurtnya, sejauh ini, peran pemerintah Indonesia dalam melindungi lahan basah terlihat kontraproduktif. Satu sisi turut berpartisipasi aktif dalam konvensi global terkait lahan basah (RAMSAR Convention), namun di sisi yang lain, pemerintah justru memproduksi kebijakan-kebijakan yang justru bertolak-belakang dengan prinsip-prinsip pengelolaan lahan basah berkelanjutan sebagaimana telah disepakati dalam konvensi Ramsar.
Sementara menjelang hari lahan basah sedunia yang jatuh pada tanggal 2 febuari, besok sejumlah element masyarakat di Jakarta, meminta pemerintah serius dan mau terlibat aktif dalam menangani permasalahan lahan basah ini. Pasalnya, kerusakan lahan basah akan berimbas dan mengancam manusia. (*)
sumber: www.budibach.com
Rabu, 03 Maret 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar