By Republika Newsroom
Selasa, 01 Desember 2009 pukul 05:08:00
JAKARTA--Saat hutan masyarakat dikapling dan dijadikan lahan untuk proyek Reducing Emissions From Deforestrasion And Degradation (REDD), mayoritas hak dasar warga terampas. Kini isu perdagangan karbon di laut coba diupayakan dengan dalih peran laut Indonesia sebagai penyerap karbon.
Sekretaris Jenderal Koalisi rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), M. Riza Damanik menyatakan, mestinya pemerintah belajar pada sitausi yang terjadi di sektor hutan. “Bukan malah sebaliknya menjual laut Indonesia dalam format perdagangan karbon,” ujarnya, Senin (30/11). Ironisnya, laut tropis Indonesia justru tergolong sebagai pelepas karbon.
Tingginya temperatur permukaan laut lebih dominan sehingga mengakibatkan tekanan parsial CO di permukaan laut lebih tinggi dari atmosfer. Hal ini mengakibatkan perairan tropis berfungsi sebagai pelepas karbon dibandingkan dengan laut di lintang menengah dan tinggi. Studi mengenai peranan lautan global, pada prinsipnya memandang proses penyerapan karbon antropogenik secara keseluruhan dan bukan pada tingkat regional.
“Inilah yang membedakan dengan kemampuan hutan sehingga laut tidak tepat untuk masuk dalam mekanisme perdagangan karbon,” ujarnya. Dengan acuan ilmiah inilah delegasi Indonesi harus menghindari perbincangan mekanisme perdagangan karbon di laut. “Ada upaya lain yang lebih bijak dan berspektif kemanusiaan,” ungkapnya. Terlebih, Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki tingkat kerentanan tinggi akibat perubahan iklim.
Pada 2007, Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyebutkan dalam laporannya bahwa perubahan ikllim berdampak pada ekosisem di antaranya bakau, rawa, dan tata ekosistem wilayah pesisir rendah. “Selain itu juga berdampak pada pulau-pulau kecil yang pada akhirnya memperburuk kondisi masyarakat miskin akses, anak-anak kecil, dan kelompok lansia,” katanya.
Setali tiga uang laporan FAO juga menegaskan bahwa perubahan ikllim berdampak pada sektor perikanan di antaranya tingkat pengasaman air laut yang kian tinggi. Naiknya temperatur laut, lanjut Riza, berdampak pada masyarakat pesisir yang tak terlindungi, meningkatkan kerentanan dan meminggirkan warga di pulau-pulau kecil. “Semua ini terjadi akibat keterbatasan adaptasi infrastruktur kritis, ketersediaan sumber daya alan yang menipis dan tata ekosistem pesisir yang rusak,” ujar Riza.
Berpijak pada kedua laporan otoritatif tersebut, KIARA mendesak pemerintak untuk tidak lagi menempatkan pemorelahan dana iklim. “Melainkan lebih mengedepankan keselamatan nelayan dan masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil,” ujarnya. KIARA memandang penting bagi Presiden untuk tidak mengajukan atau melibatkan laut Indonesia sebagai solusi mengatasi persoalan perubahan iklim melalui skema perdagangan karbon.
“Gagasan ini dikhawatirkan justru akan menghadirkan malapetaka kemanusiaan yang lebih besar bagi bangsa Indonesia,” tuturnya. KIARA juga menyayangkan keterlibatan makelar karbon pada level nasional yang terus menggiring Indonesia untuk masuk dalam jebakan inisasi perdagangan karbon di laut. c09/ahi
Sumber: Republika
Minggu, 06 Desember 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar