Medan, (Analisa)
Tekanan terhadap kerusakan terumbu karang di Sumatera Utara masih tinggi akibat cara tangkap ikan yang ilegal, seperti penggunaan sianida dan bom.
Kondisi ini diperparah dengan masih adanya alat tangkap yang tidak ramah terhadap kehidupan karang, seperti pukat.
“Untuk menekan kerusakan dan memelihara ekosistem terumbu karang. khususnya di Nias, Nias Selatan dan Tapanuli Tengah, bukan hanya meningkatkan kesadaran masyarakat, tetapi harus ada penerapan dan penegakan hukum,” kata Kepala Seksi Pembenihan dan Budidaya Ikan Dinas Kelautan dan Perikanan Sumut Erna Dewi di sela-sela pembentukan Forum Jurnalis Bahari Indonesia (Forjubi) Sumut di Medan, Sabtu (17/10).
Menurutnya, kondisi tersebut tidak boleh dibiarkan sehingga perlu ditingkatkan sosialisasi tentang upaya melindungi dan melestarikan ekosistem terumbu karang. Sumut merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki terumbu karang yang besar.
Erna yang juga Kuasa Penggunaan Anggaran Coral Reef Rehabilition and Management Programe (Coremap) menegaskan, sanksi hukum dinilai sangat perlu untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat pentingnya menjaga ekositem terumbu karang dan efek jera bagi pelakunya.
Meski terumbu karang di perairan Nias, Nias Selatan dan Tapanuli Tengah masih cukup tinggi tetapi harus diakui sudah ada perbaikan menyusul kesadaran yang mulai tumbuh di tengah masyarakat khususnya nelayan tradisional.
“Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) secara rutin melakukan evaluasi kondisi terumbu karang yang memberikan banyak keuntungan kepada manusia, hewan dan alam sekitarnya.
Pekan depan, evaluasi akan dilakukan di perairan Nias,” ujarnya. Lebih lanjut dikatakannya, selain untuk menjaga produksi ikan dan biota laut lainya, ekositem terumbu karang juga sangat berperan dalam menangani terjadinya pemanasan global yang menjadi isu lingkungan dunia saat ini.
Forjubi Sumut Terbentuk
Sementra itu, Forum Jurnalis Bahari Indonesia (Forjubi) Sumut yang beranggotakan para jurnalis media cetak dan elektonik yang peduli terhadap kelestarian terumbu karang terbentuk.
Untuk periode pertama, Forjubi Sumut yang menjadi Ketua adalah Defri Yenni, wartawan Medan Bisnis. Forum ini diharapkan dapat memudahkan penyebaran informasi tentang konservasi terumbu karang di Sumatera Utara khususnya dan Indonesia pada umumnya.
(msm)
Source: Harian Analisa
Selasa, 24 November 2009
250 Lumba-lumba Pemberi Tanda Gempa
PADANG, KAMIS — Sejumlah 250 lumba-lumba menjadi pemberi tanda terjadinya gempa berkekuatan 7,4 skala Richter di Kabupaten Talaud, Provinsi Sulawesi Utara, Kamis (12/2).
Sekitar 12 jam sebelum gempa besar yang terjadi pukul 00. 35, sebanyak 250 lumba-lumba itu sudah bermigrasi bersama dari Talaud ke sekitar daratan Filipina di utara Pulau Sulawesi.
Ade Edward dari Ikatan Ahli Geologi Indonesia mengatakan, peristiwa migrasi ini dirilis sejumlah televisi. Sebelumnya, para ahli juga pernah menduga bahwa lumba-lumba bisa menjadi salah satu sistem peringatan dini yang alami.
"Fakta ini perlu ditelusuri secara ilmiah. Hal ini tentu sangat menggembirakan bagi masyarakat di daerah rawan gempa-tsunami," kata Ade yang mengaku telah mendiskusikan fenomena ini dengan sejumlah ahli.
Dia berharap, pemerintah daerah di Provinsi Sumatera Barat menyikapi fakta ini dengan menambah alat pemantau di laut yang bisa menangkap pergerakan lumba-lumba. Daerah yang terutama membutuhkan peringatan dini adalah daerah di sepanjang pantai barat Sumatera serta di Mentawai. (ART)
Source: kompas.com
Langganan:
Postingan (Atom)